Pengertian Shalat Ghaib dan Panduan Melaksanakannya

Pengertian Shalat Ghaib dan Panduan Melaksanakannya

Apa yang membedakan antara shalat ghaib dan shalat jenazah? padahal dua shalat tersebut sama-sama untuk shalat mayat.

Pengertian Shalat Ghaib - Shalat Ghaib adalah shalat jenazah yang jenazahnya Terletak di tempat yang lain, hal ini dikerjakan karena terdengar sanak keluarganya atau kerabatnya meninggal di suatu tempat yang amat jauh yang meninggalnya sudah berlalu.

SHALAT GHAIB

Orang yang sedang shalat jenazah tidak bersama dengan mayat yang dishalatinya. Umpama, seorang ulama atau kepala negara yang meninggal dunia di kota lain (negeri lain), kita bisa melakukan shalat jenazah di kampung kita sendiri.

Bunyi Lafadh Niat Shalat Ghaib

"Aku niat mengerjakan Shalat Ghaib atas jenazahnya
(menyebutkan nama jenazah) dengan empat kali takbir wajib kifayah, karena Allah Yang Maha Tinggi".

Cara Melaksanakan Shalat Ghaib

Adapun cara mengerjakan Shalat Ghaib itu sama seperti mengerjakan Shalat Jenazah biasa, hanya saja yang berbeda adalah niatnya yakni dalam niat Shalat Ghaib di sebutkan nama jenazahnya.
Shalat Ghaib harus menghadap kiblat, meskipun kota atau tempat orang yang meninggal dunia itu di arah timur. Kasiatnya sama dengan shalat Jenazah yang mayatnya berada di dekat kita.

Dari Jabir ra. menerangkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. bersabda:

"Telah meninggal dunia pada hari ini, seorang shalih bangsa Habsyi, maka marilah kita bershalat untuknya.

Jabir berkata: Karena itu, kami berbaris di belakang Rasulullah saw. Beliau bershalat untuknya, sedangkan kami bershaf-shaf di belakangnya." (HR. Bukhari dan Muslim). Sembahyang atas mayat yang ghaib, sah walau sudah dikuburkan, begitu juga sembahyang di atas kubur.

Sabda Rasulullah saw:

"Dari Jabir, berkata Rasulullah s.a:w. Telah meninggal hari ini seorang laki-laki yang shalih di negeri Habsyi, berkumpullah sembahyanglah kamu untuk dia. Lalu kami membuat shaf di belakangnya, beliau lalu sembahyang untuk mayat itu, sedang kami bershaf-shaf." (HR. Bukhari dan Muslim).

Sabda Rasulullah saw:

"Dari lbnu Abbas: Sesungguhnya Nabi saw telah sembahyang di atas sebuah kubur, sesudah sebulan lamanya." (HR. Daruquthni).

Disunnatkan bagi Imam dan orang sembahyang sendiri, berdiri di arah kepala mayat laki-laki, atau di arah tengah (pinggang) mayat perempuan.

Sabda Rasulullah saw:

"Dari Abu Ghalib al-Hannath, katanya: Aku menyaksikan Anas bin Malik menyembahyangkan jenazah orang laki-laki, ia berdiri pada arah kepalanya; setelah di angkat jenazah itu, di datangkan pula jenazah perempuan lalu disembahyangkannya, maka ia berdiri tentang pinggangnya. Di antara kami turut Al-Ala bin Ziyad Al-'Alawi, maka setelah dilihatnya perbedaan berdirinya antara jenazah laki-laki dan perempuan, ia bertanya Hai Pak Hamzalh, beginikah Rasulullah saw berdiri pada laki-laki, dan pada perempuan sebagai berdirimu? Jawabnya: Ya." (HR. Ahmad, Ibnu Majah.dan Tirmidzi).

Beberapa mayat, boleh disembahyangkan bersama-sama. Jika mayat hanya diperoleh sebagian anggota badannya saja, anggota itu wajib juga dimandikan dan disembahyangkan. Sahabat pernah menyembahyangkan tangan Abdur Rahman yang dijatuhkan burung; mereka dapat mengenal tangannya itu, dengan melihat cincinnya. (Riwayat Syafii).

Anak yang gugur sebelum sampai bulannya, jika terang hidupnya dengan tanda-tanda; hukumnya seperti orang yang besar (wajib dimandikan, dikafani, disembahyangkan dan dikuburkan). Kalau tidak ada tanda-tanda hidupnya, tidak disembahyangkan. Mayat orang yang tidak beragama Islam tidak boleh di sembahyangkan hanya boleh dimandikan dan dikafani, karena Nabi saw pernah menyuruh Ali memandikan bapaknya dan mengafaninya.(HR. Abu Daud dan Nasai).

Firman Allah SWT
"Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (Jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. " (QS. at-Taubah: 84).