
Hukum Potong Tangan Bagi Pencuri Dalam Islam
Hukum Potong Tangan Bagi Pencuri Dalam Islam - Masyarakat di luar Islam menuduh, hukuman potong tangan Sampai pergelangan) terhadap pencuri merupakan perbuatan biadab dan sadis, bagaimana menyanggah tuduhan itu

Hukum Potong Tangan Menurut Syara'
Terhadap pencuri memang harus dilakukan tindakan pencegahan (pembatasan) dan hukuman. Kedua tindakan bukan hanya perlindungan dan pengamanan terhadap harta saja, tetapi juga perlindungan dan pengamanan terhadap laju pertumbuhan dan kehidupan perekonomian masyarakat agar tidak terhenti.
Hadis Nabi yang Diriwayatkan 'Aisyah radliallahu 'anhu,
"bahwa orang-orang Quraisy sedang menghadapi persoalan yang mengelisahkan, yaitu tentang seorang wanita suku Al Makhzumiy yang mencuri lalu mereka berkata; "Siapa yang mau merundingkan masalah ini kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?". Sebagian mereka berkata; "Tidak ada yang berani menghadap beliau kecuali Usamah bin Zaid, orang kesayangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Usamah pun menyampaikan masalah tersebut lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apakah kamu meminta keringanan atas pelanggaran terhadap aturan Allah?". Kemudian beliau berdiri menyampaikan khuthbah lalu bersabda: "Orang-orang sebelum kalian menjadi binasa karena apabila ada orang dari kalangan terhormat (pejabat, penguasa, elit masyarakat) mereka mencuri, mereka membiarkannya dan apabila ada orang dari kalangan rendah (masyarakat rendahan, rakyat biasa) mereka mencuri mereka menegakkan sanksi hukuman atasnya. Demi Allah, sendainya Fathimah binti Muhamamd mencuri, pasti aku potong tangannya". (HR. Bukhari)[1]
Memotong tangan pencuri sampai pergelangan berarti membatasi dia dari melakukan pencurian berulang-ulang dan juga mencegah terhadap orang lain.
Riwayat Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Allah melaknat si pencuri telur sehingga tangannya dipotong, dan Allah melaknat si pencuri tali hingga dipotong tangannya." Al A'masy mengatakan, para sahabat berpendapat bahwa yang dimaksud telur disini adalah besi dan yang dimaksud tali adalah jika senilai beberapa dirham. (HR. Bukhari)[2]
Di negara-negara Islam, pencuri-pencuri yang dipotong tangan mereka sangat sedikit sekali. Itu bukti nyata bahwa hukuman tersebut telah mampu mencegah orang melakukan pencurian.
Mencuri berarti mengambil .barang atau harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dari tempat simpanannya. Beda antara mencuri dengan menjambret, merampas, menyopet atau merampok.
Apabila seorang mencuri sekedar kebutuhan hidup yang disebabkan karena desakan perut maka tidak dapat dikenakan hukuman seperti itu.
Ada pula orang yang mempersoalkan apakah pencuri seperti empat dirham emas patut dihukum potong tangan?
Sebetulnya yang menjadi pokok permasalahan adalah amanat
Seorang penyair menulis:
"Kemuliaan amanat paling berharga, yang paling rendah dan hina adalah khianat. Ketahuilah hikmah hukum Allah Maha Pencipta Ini merupakan syariat Allah yang mempunyai landasan hukum dan peraturan dan bukan syariat ciptaan manusia yang berlandaskan hawa nafsu dan tidak teratur.
Hukum dan peraturan Allah penuh cermat dan bijaksana, misalnya ketika khalifah Umar bin Khattab RA pernah mengumumkan pembatalan tindakan hukuman terhadap orang yang mencuri karena lapar pada waktu terjadi kemarau panjang yang dahsyat dan kelaparan di seluruh negeri
Tuduhan masyarakat di luar Islam tentang hukuman potong tangan terhadap pencuri merupakan suatu hal yang sadis dan kejam sama sekali tidak benar.
Seperti halnya hukuman mati terhadap pembunuh. Mereka melihat pada nasib pembunuh tetapi tidak menilai nasib yang terbunuh yang menjadi korbannya.
Sebelum pemerintahan Arab Saudi berkuasa, para haji selalu menjadi sasaran perampok dan pembegal.
Tetapi setelah pemerintahan Saudi menerapkan hukuman potong tangan terhadap pencuri, perampok dan pembegal, tidak ada lagi orang yang berani melakukan perbuatan itu.
Hukuman Yang Berlaku Sebelum Jaman Nabi saw.
Sejarah mencatat bahwa sampai zaman Nabi Musa AS hukuman terhadap pencuri ialah dia (pencuri) menjadi budak Sahaya bagi orang yang dicuri hak miliknya.
Ketika adik Nabi Yusuf diketahui mencuri takaran emas milik raja yang berupa piala, dia ditahan dan dijadikan budak. Hukuman seperti itu memang syariat Nabi Ishaq dan Nabi Yakub AS.
Para pengawal istana berkata kepada saudara-saudara Yusuf:
Kami kehilangan piala raja dan siapa yang dapat mengembaliKannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya".
Saudara-saudara Yusuf menjawab :
Demi Allah, sesungguhnya kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah pencuri"
Mereka berkata:
Tetapi apa balasannya kalau ternyata kamu pendusta?".
Saudara-saudara Yusuf berkata
"Balasannya ialah pada siapa ditemukan (barang yang hilang dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya (tebusannya), Demikianlah kami memberi balasannya kepada orang-orang yang zalim". (Yusuf 72- 75).
Hikmah dari hukuman itu ialah agar pencuri kecil tidak dibiarkan bebas tanpa dihukum, sebab kuatir akan meningkat menjadi pencuri besar yang dapat merusak ketenangan, ketentraman dan keamanan masyarakat.
Apabila salah satu anggota tubuh luka dan menurut dokter akan menjalar dan meracuni seluruh tubuh sehingga dapat mengakibatkan kematian, tentu bagian tubuh itu harus dipotong (amputasi) untuk menyelamatkan jiwanya. Begitu pula pencuri yang harus ditindak demikian untuk menyelamatkan masyarakat.
Apakah pencuri yang tobat dapat dibebaskan dari hukuman?
Allah SWT berfirman:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertobat ( antara pencuri-pencuri itu) dan memperbaiki diri, maka sesunghnya Allah menerima tobat. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al-Maidah 38-39)
Dalam ayat ini Allah mendahulukan sebutan pencuri laki-laki lebih dulu. Berbeda dengan ayat tentang perzinaan, yang disebut dahulu perempuan yang berzina.
Firman Allah:
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina deralah tiap seorang dari keduanya seratus kali dera". (Annur 2)
Hal ini disebabkan karena laki-laki lebih gemar mencuri, sedangkan wanita gemar, bahkan pemeran utama berlakunya perzinaan,
Sesuai ayat 38-39 surat Almaidah ini, Allah SWT membuka pintu tobat agar menjadi rahmat bagi masyarakat, maka tobatnya merupakan rahmat bagi masyarakat.
Tobat yang diterima bukan hanya dengan ucapan dan janji, tetapi dengan niat untuk tidak mengulangi perbuatannya dan memperbaiki akibat kejahatannya. Memperbaiki akibat kejahatan dalam hal pencurian ialah dengan mengembalikan barang yang dicurinya kepada pemilik yang sah dan minta maaf kepadanya, dan menjadi kewajiban bagi yang menerima kembali barangnya untuk memberi maaf dan menghilangkan dendam dari hatinya Itu dapat dilakukan jika pemiliknya diketahui.
Tetapi banyak pencurian terjadi dalam kendaraan angkutan umum, atau di tengah kerumuman di pasar atau di tempat ramai lainnya. Dalam hal seperti ini, bila diketahui alamatnya dapat mengirimnya lewat pos, atau bila tidak uang itu disedekahkan Kepada badan sosial Islam atau fakir miskin. Pahala sedekah itu untuk si pemilik barang yang telah menjadi korban pencurian.
Pencuri yang bertobat tidak usah takut atau malu bila perbuatannya terbongkar, dan dia tak perlu menceritakannya Kepada orang lain. Malu di dunia lebih ringan dari terbongkarnya kejahatan diakhirat kelak.
JIka dia sudah bertobat dengan mengembalikan barang Curian kepada pemiliknya, maka dia tidak dapat dikenakan tuntutan hukum.
Catatan Kaki
[1] Shahih Bukhari hadis nomor 3216 (Lihat: Fathul Bari Ibnu Hajar)
[2] Shahih Bukhari hadis nomor 6285 (Lihat: Fathul Bari Ibnu Hajar)