
Pendapat Tentang Fir'aun Hampir Memperoleh Rahmat
Fir'aun Hampir Memperoleh Rahmat

Diriwayatkan dari Ibn 'Abbas bahwasanya dia berkata: Rasulullah saw bersabda:
"Malaikat Jibril berkata: Seandainya kamu tahu ketika aku mengambil pasir laut kemudian aku sumbatkan di mulut Fir'aun karena aku takut dia memperoleh rahmat," (HR. Ahmad dan al-Hakim).
Dalam kitab tafsirnya, Imam Fakhruddin memberikan sanggahannya terhadap kemusykilan yang terdapat pada hadis di atas.
Dia berkata: Apakah benar karena marah pada Fir'aun, kemudian Jibril memenuhi mulutnya dengan tanah agar dia tidak bertaubat?
Namun apabila taklif itu telah tiada, maka perbuatan Jibril tetap tidak bisa dibenarkan. Sebab barangsiapa yang menghalangi sesorang untuk bertaubat berarti dia rela akan kekafiran orang lain. Dan barangsiapa yang rela akan kekafiran orang lain, maka berarti dia sendiri telah kafir. Dan juga apabila Fir'aun, masih mempunyai taklif, sangatlah mustahil kalau Allah menyuruh Jibril agar mencegahnya untuk beriman. Walaupun Jibril mengatakan bahwa dia tidak diperintah Allah, hal ini tetap akan terbantahkan oleh firman
Allah: Dan kami (Jibril) tidak turun kecuali dengan perintah Tuhan. Di sinilah letak kemusykilan yang dipaparkan oleh Imam Fakhruddin tentang hadis di atas.
Oleh karena itu tidak dibenarkan bagi seseorang untuk meragukannya. Sedangkan perkataan Imam Fakhruddin: Apakah Fir'aiun masih mempunyai taklif atau tidak? Apabila taklif itu masih tetap ada pada Fir'aun, maka Jibril tidak boleh menghalanginya untuk bertaubat.
Perkataan ini sangat berseberangan dengan dasar yang ditanamkan oleh Ahlus Sunnah yang percaya akan qadar Allah. Mereka mengatakan: Allah telah menciptakan perbuatan untuk para hambaNya. Allah akan menyesatkan atau memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Mereka juga mengatakan bahwa Allah telah membuat penghalang antara iman dengan kufur. Hal ini dibuktikan oleh firman Allah:
"Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungsuhnya kepadaNyalah kamu akan dikumpulkan."
Dan firman Allah:
"Dan perkataan mereka "hati kami tertutup". Bahkan sebenarnya Allah mengunci mati hati mereka kerena kekafirannya, kerena itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil dari mereka."
Serta firman Allah:
"Dan (begitu pula) kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (al-Qur'an) pada permulaannya."
Dengan ayat tadi sebenarnya sudah jelas bahwa Allah akan memutarbalikkan hati siapa saja yang telah meninggalkan iman pertama kali. Demikian juga pada Fir'aun, tercegahnya dari iman berarti tetapnya kekafiran yang merupakan balasan atas ketidakberimanannya yang terdahulu. Sedangkan penutupan mulutnya dengan pasir adalah salah bentuk penutupan hatinya. Inilah pendapat orang yang percaya akan qadar Allah yang telah menciptakan perbuatan.
Mereka yang tidak percaya bahwa Allah telah menciptakan perbuatan pada hambaNya berpendapat lain. Bahwasanya Allah melakukan hal ini sebagai siksaan atas kekafiran Fir'aun yang lalu. Sebab Allah sangat bisa sekali untuk memperbaiki hambaNya atau bahkan menyesatkannya dan menghalanginya untuk beriman.
Di sinilah sebenarnya letak peranan Jibril. Dia melumurkan pasir di mulut Fir'aun hanya karena perintah Allah semata, bukan atas kehendak dirinya. Sedangkan perkataan imam yang tadi hanya bisa dilakukan oleh Jibril kalau kewajiban Jibril tidak ada bedanya dengan kewajiban yang kita miliki sebagai manusia.
Dengan artian, sesuatu yang wajib bagi kita juga wajib bagi Jibril dan apapun yang diharamkan bagi kita juga haram baginya. Namun pada kenyataannya tidak seperti itu, semua yang dilakukan Jibril atas kehendak Allah semata, termasuk ketika dia menghalangi Fir'aun untuk beriman. Oleh karena itu, Jibril sama sekali tidak bIsa membantu Fir'aun untuk bertaubat dan taat kepada Allah melalui kehendaknya sendiri.
Dengan begitu Fir'aun akan tetap tidak beriman dan akan mendapatkan siksaan yang pedih nanti di akhirat.
Ada juga yang mengatakan bahwasanya Jibril adakalanya bisa melaksanakan perintah Allah dan juga berbuat sesuai dengan kehendaknya sendiri. Dengan begitu berarti tidak ada ikatan bagi Jibril untuk tidak membantu atau bahkan tidak menghalangi Fir'aun untuk betaubat.
Hanya saja dia harus melakukan sesuatu yang pernah diperintahkan dan meninggalkan sesuatu yang dilarang oleh Allah.
Sedangkan Allah tidak pernah memerintahkannya untuk menolong Fir'aun atau menghalangnya untuk beriman. Yang jelas, kewajiban malaikat tidak sama dengan kewajiban kita manusia. Inilah pendapat Imam al-Khazin dalam menjawab sanggahan Imam Fakhruddin ar-Razi.