
Larangan Banyak Bertanya Tanpa Keperluan
LARANGAN BANYAK BERTANYA TANPA KEPERLUAN.
![]() |
image source : thenation.com |
Salah satu adab seorang Muslim salah satunya adalah diam bila tidak mampu berbicaara baik dan dilarang untuk banyak bertanya tanpa da keperluannya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah do, dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda:
"Tinggalkanlah sesuatu yang tidak aku anjurkan kepada kamu. Karena sesungguhnya kebinasaan umat terdahulu ialah karena mereka banyak bertanya dan selalu menyelisihi Nabi mereka. Jadi, apabila aku perintahkan sesuatu kepada kamu, maka lakukanlah semampu kamu. Dan apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka tinggalkanlah![1]
Sesungguhnya, Allah telah mengharamkan atas kalian durhaka terhadap ibu bapak[2], mengubur hidup-hidup (membunuh) anak perempuan[3], menahan harta sendiri dan terus meminta kepada orang lain[4]. Dan Allah membenci atas kamu tiga perkara:Qiil wal qaal[5], banyak bertanya[6] dan membuang-buang harta.[7]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda
Sesungguhnya, Allah meridhai tiga perkara atas kalian dan membenci tiga perkara. Allah ridha kalian hanya menyembah-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain, berpegang dengan tali Allah dan tidak bercerai-berai[8]. Dan ia membenci qiil wal qaal, banyak bertanya dan membuang-buang harta.[9]
Al-Hafizh Ibnu Riajab al-Hanbali berkata dalam kitab Jaami'ul Uluum wal Hikam (halaman 138-140 al-Muntaqa): "Hadits-hadits ini berisi larangan bertanya tentang masalah-masalah yang tidak diperlukan dan jawabannya dapat merugikan Si penanya sendiri. Misalnya pertanyaan, Apakah ia berada dalam Neraka ataukah dalam Surga? Apakah yang dinisbatkan kepadanya itu benar ayahnya ataukah orang lain? Dan juga larangan bertanya untuk menentang bercanda atau memperollok-olok, seperti yang sering dilakukan oleh kaum munafikin dan lainnya. Mirip dengannya adalah mempertanyakan ayat-ayat al-Quran dan memprotesnya untuk menentangnya. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum musyrikin dan Ahli Kitab. "Ikrimah dan ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa ayat diatas turun berkenaan dengan masalah ini. Dan hampir mirip dengannya adalah bertanya tentang perkara-perkara yang Allah sembunyikan atas makhluk-Nya dan tidak memperlihatkannya kepada mereka. Sepertibertanya tentang bila terjjadinya harı Kiamat dan tentang ruh.
Hadits tersebut juiga berisi larangan banyak bertanya tentang sejumlah besar masalah halal dan haram yang dikhawatirkan pertanyaan tersebut menjadi sebab turunnya perkara, yang lebih berat lagi. Msalnya bertanya tentang sejumlah besar perkara halal dan haram yang bisa menjadi sebab tuunnya perkara yang lebih berat dari sebrelumnya. Misalnya bertanya tentang kewajiban haji, apakah wajib dikerjakan setiap tahun ataukah tidak?
Dalam kitab asb-Shahiih diriwayatkan dari Sa'ad ra, dari Rasululah bahwa beliau bersabda:
"Sesungguhnya, kejahatan yang paling besar yang dilakukan oleh seorang muslım terhadap kaum muslimin adalah yang bertanya tentang suatu perkara yang beliua diharamkan, lalu menjadi haram karena pertanyaannya itu. "[10]
Rasulullah tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaan kecuali yang berasal dari kaum Arabi Badui dan para utusan yang datang menemui beliau.
Beliau ingin mengambill hati mereka. Adapun kaum Muhajirin dan Anshar yang bermukim di Madinah yang telah kokoh keimanannya dalam hati, mereka dilarang banyak bertanya. Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim dari an-Nawaas bin Sam'aam, ia berkata: "Aku tinggal bersama Rasulullah diMadinah, tidaklah ada yang menghalangiku hijrah ke Madinah kecuali karena takut kehilangan kesempatan bertanya. Karena apabıla kami hijrah ke Madınah, maka kami tidak akan banyak bertanya kepada beliau.[11]
Diriwayatkam juga dari Anas bin Malik ra, ia berkata: "Kami dilarang bertanya tentang sesuatu kepada Rasulullah 35. Sungguh kami amat suka bila ada seorang lelakı yang cerdas dari kalangan Arab Badui datang dan bertanya kepada beliau lalu kami mendengarnya.[12]
Para Sahabat Nabi kadang kala bertanya kepada Nabi tentang hukum beberapa masalah yang belum terjadı. Namun untuk diamalkan nantinya apabila benar-benar terjadi. Sebagaimana halnya mereka pernah bertanya: "Kami akan menghadapi musuh esok harı, kami tidak membawa piSau, lalu bolehkah kami menggunakan ruas kayu yang tajam?"[13]
bila
Mereka juga bertanya tentang umaraa yang telah beliau sebutkan akan muncul sepeninggal beliau, tentang mentaati mereka dan hukum memerangi mereka. Hudzaifah ra bertanya kepada beliau tentang fitnah-fitnah akhir zaman dan apa yang harus ia lakukan.
Semua itu menunjukkan makruh dan tercelanya banyak bertanya. Namun sebagian oraung beranggapan bahwa larangan itu khusus bagi orang-orang yang hidup pada zaman Nabi karena dikhawatirkan akan diharamkan perkara yang belum diharamkan atau diwajibkan perkara yang sulit dikerjakan. Namun setelah Rasulullah saw wafat kekhawatiran seperti itu telah sirna. Namun perlu diketahui bahwa bukan itu saja sebab larangan banyak bertanya. Ada sebab lainnya, yatu menunggu turunnya ayat-ayat al-Qur-an, karena tidak satupun perkara yang ditanyakan melaınkan telah didapati penjelasannya dalam al-Qur-an.
Maknanya, seluruh perkara yang dibutuhkan kaum muslımın yang berkaitan dengan agama miereka pasti telah dijelaskan oleh Allah dalam Kitab-Nya dan pasti telah disampaikan oleh Rasulullah s3. Oleh karena itu tidak ada keperluan bagi seseorang untuk menanyakannya lagi. Sebab Allah Mahatahu apa yang menjadi kemaslahatan bagi hamba-Nya, Mahatahu apa yang menjadi hidayah dan manfaat bagı mereka. Allah pasti telah menjelaskannya kepada mereka sebelum merek:a menanyakannya. Sebagaimana yang Allah katakan dalam firman-Nya:
"Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat.
(QS. An-Nisaa' (4): 176).
Catatan Kaki
[1] HR. Al-Bukhari (7288) dan Muslim (1337).
[2]Durhaka terbadap orang tua haram hukumnya, bahkan termasuk salah satu dosa besar menurut kesepakatan para ulama. Rasulullah ﷺ hanya menyebutkan ibu di sini karena hak dan kehormatannya lebih besar daripada bapak. Menyambung tali silaturrahim dengannya tentu lebih utama.
[3]Yakni mengubur mereka hidup-hidup, ini merupakan adat tradisi kaum Jahiliyyah. artinya, tidak menunaikan kewajıban dan terus meminta apa yang bukan haknya.
[4]Yakni, menceritakan seluruh perkara yang didengarnya yang tidak ia ketalhui kebenarannya dan tidak juga menurut dugaan kuatnya. Cukuplah seorang disebut berdosa dan berdusta apabila ia menyampakan seluruh perkataan yang didengarnya.
[5]Yakni, banyak bertanya dan menanyakan perkara-perkara yang belum terjadi dan tidak ada keperluannya.
[6]Yakni, bersikap mubazir dan membelanjakan harta untuk hal-hal yang tidak disyariatkan yang dapat membawa keuntungan (mantaat) dunia dan akhırat.
[7]HR. AL-Bukhari (1477) dan Muslim (1715).
[8]Yaitu, berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya , serta tetap bersama jamaah kaum musimin dan saling bersatu padu satu sama lainnya. Ini merupakan salah satu inti dan tujuan syariat.
[9]HR. Muslim (1715)
[10]HR ALBulkhari (7289) dam Muslim (2358).
[11]HR. Muslim (2553).
[12]HR. Muslim (12).
[13]HR. Al-Bukharı (2488) dan Muslim (1968), dari hadits Rafi' bin Khudaij , ia berkata:"...kami khawatir berhadapan dengan musuh esok hari, sementara kami tidak membawa pisau, bolehkah kami menyembelih dengan menggunakan ruas kayu yang tajam Rasulullah menjawab Apa saja yang menyebabkan darah mengalır dan telah disebut asma Allah atasnya, maka makanlah, selama bukan gigi dan kuku. Aku akan menyebutkan alasannya. Adapun gigi merupakan tulang, sedangkan kuku merupakan pisau bagi orang-orang Habasyi.