Adab Bekerja Dan Memberi Upah Didalam Islam

Adab Bekerja Dan Memberi Upah Didalam Islam

 Adab Bekerja Dan Memberi Upah Didalam Islam

 

Adab Bekerja Dan Memberi Upah
 
TERKADANG, KITA MEMBUTUHKAN ORANG LAIN UNTUK menyelesaikan suatu pekerjaan. Barangkali karena kekurangan tenaga, atau kita tidak mampu melakukan pekerjaan itu sendiri.


Bila kita mempekerjakan orang lain, tentulah harus memberinya upah. Ada beberapa adab yang perlu diketahui terkait dengan ijarai (tatacara mengupah atau pengupahan), sehingga akan terwujud suasana muamalah yang adil, saling ridha, dan penuh keberkahan.

1. Sesama Muslim

Dalam memberi pekerjaan, hendaknya diutamakan kepada sesama Muslim dan tidak mempekerjakan orang-orang musyrik. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, 

"... maka aku tidak akan minta bantuan orang musyrik." (Riwayat Muslim dari Aisyah Radhiyallaluanha).


Memberi pekerjaan kepada orang musyrik (non-Muslim) dibolehkan apabila tidak menemukan seorang Muslim pun.


Tetapi hendaknya kita harus membatasi wewenangnya agar tidak membawahi orang-orang Muslim. (An-Nisaa': 141).


2. Kuat dan Jujur

Kita hendaknya mempekerjakan orang yang bisa dipercaya, baik agamanya, kuat fisiknya, dan mempunyai kapabilitas. (Al-Qhashash: 26)


3. Pemaaf dalam Berinteraksi

Kendati secara struktural ada atasan dan bawahan, tetapi seyogyanya seorang Muslim yang mempekerjakan Muslim yang lain bisa menjaga hubungan baik. Yakni selalu mengedepankan kelapangan dada dalam berinteraksi antara majikan dan pekerja. Rasulullah bersabda, 

"Allah Subhanahu wa ta'ala menyayangi orang yang berlapang dada ketika ia menjual, membeli, dan memutuskan perkara." (Riwayat Bukhari diriwayatkan dari Jamir RA).


4. Kesepakatan Keduanya

Sebelum sebuah pekerjaan dimulai, seyogyanya disebutKan kesepakatan antara kedua pihak tentang bentuk pekerjaan, upah yang akan diberikan, dan lain-lainnya, dengan tidak merugikan salah satu pihak.


5.Tidak dalam Perbuatan Maksiat

Seorang pekerja hendaklah tidak menerima pekerjaan yang menyebabkan kemurkaan Allah, misalnya menjadi pelayan toko yang menjual barang-barang haram seperti majalah porno, kaset dan VCD film porno, dan sebagainya. Dengan begitu rezeki yang diterimanya halal dan berkah.
Begitu pula si majikan, hendaklah tidak mempekerjakan orang lain untukmembantunya dalam pekerjaan yang haram.


6. Jujur

Seorang pekerja hendaknya melaksanakan pekerjaan dengan jujur, tidak berkhianat, dan selalu bertakwa kepada Allah sebagaimana firman-Nya, 

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya." (An-Nisaa': 58).


7. Memberi Keuntungan kepada Pemilik Pekerjaan

Seorang pekerja seharusnya menyampaikan keuntungan dari pekerjaan tersebut kepada majikan, dan itu adalah bagian dari kejujuran. Rasulullah bersabda, 

"Bendahara yang amanah (jujur) yang melaksanakan apa yang diperintahkan dengan senang hati, maka dia termasuk orang yang bersedekah." (Riwayat Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari Abu Musa RA)


8. Menyayangi Pekerja

Tidak membebani pekerja dengan pekerjaan di luar batas kemampuannya, kecuali apabila si majikan membantunya. Rasulullah bersabda,

".. dan janganlah kalian membebani mereka dengan pekerjaan yang memberatkan mereka. Jika membebani dengan hal tersebut, maka bantulah dia." (Riwayat Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari Abu Dzar).


Seorang majikan harus memberikan upah sesuai dengan kesepakatan, saat pekerja itu telah menyelesaikan pekerjaan. Nabi Muhammad bersabda,

"Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya. (Riwayat Ibnu Maja)


10.Menjaga Hak Pekerja Bila Pekerja Tidak Ada

Jika seorang pekerja terpaksa tidak bisa mengambil upahnya, entah karena sakit, bepergian, atau yang lainnya, majikan harus menjaga upah pekerja tersebut. Jika upah itu membuahkan laba, maka majikan harus memberikan labanya kepada pekerja juga. perbuatan ini termasuk amal shalih, yaitu menunaikan amanah atau tanggung jawab.


Jika pekerja meninggal sebelum mengambil upahnya, maka majikan harus memberikan upahnya kepada ahli waris. Tetapi jika ia tidak menemukan ahli waris, setelah ia berusaha semampunya, maka seyogyanya mennyedekahkan upah atas nama pekerja itu. 


Sumber : HIDAYATULLAH » SEPTEMBER 2005