Legenda Rakyat Nusantara : Asal Usul Banjarnegara
Asal Usul Banjarnegara
Kota Banjarnegara terletak provinsi Jawa Tengah, di antara Kota Wonosobo di sebelah timur dan Kota Purbalingga di sebelah barat. Sedangkan bagian selatan berbatasan dengan wilayah kota Kebumen serta dibagian utara berbatasan langsung dengan Kota Batang dan Pekalongan.
Legenda ini menceritakan asal mula kota Banjarnegara yang berasal dari kata banjar yang berarti sawah/tempat yang luas dan Negara yang berarti kota.
Lokasi pusat pemerintahan di daerah pesawahan yang cukup lebar (Banjar), dan dinamakan Banjarnegara. Banjarnegara berasal dari dua kata yaitu Banjar yang artinya sawah atau lebar dan negara yang artinya kota.
Terdapat sosok Kyai Alim yang bernama Kyai Maliu, beliau adalah seorang tokoh agama kharismatik yang sangat dihormati. Kyai Maliu berperangai baik dan jujur. Selain itu ia juga tekun bekerja dan berdisiplin tinggi.
Awal kisah yang menceritakan dirinya berkelana dalam sebuah misi pencarian sebuah tempat. Dalam perjalanannya telah Berhari-hari Kyai Maliu melintasi hutan, gunung, dan lembah. Namun, tempat yang dicari belum dianggap memenuhi syarat yang dimaksud. Rasa lelah dan haus tidak dihiraukan. Hanya satu yang dicari, sebuah misi untuk mendirikan sebuah pondok demi pusat pendidikan dan penyebaran keagamaan.
Sampailah beliau di suatu tempat yang menarik hati, yaitu sekitar kali Merawu. "Keindahan alam sekitar kali Merawu ini sangat mengesankan. Apa ini tempat yang saya cari selama ini?" Ia berujar dalam hati.
keadaan wilayah sekitar Kali Merawu tersebut berundak dan berbanjar mengikuti aliran sungai. Di sekitarnya berdiri pegunungan Kendeng yang indah dan berhawa sejuk.
Disitulah pilihannya akan misinya ditetapkan, Maka segera dibangunnya pondok menghadap Kali Merawu. Tempat itu sekarang berada di sekitar jembatan Clangap.
Perlahan-lahan dengan misi dakwahnya ia merangkul para penduduk setempat untuk menggali ilmu agama di pondok yang ia bangun, karena sifatnya yang ramah, sopan serta berwibawa, dalam waktu singkat para santrinya bertambah banyak dan pondoknya semakin berkembang.
Bukan hanya untuk santrinya namun perilakunya menjadi cermin dan panutan warga disekitanya. Karena kepiawaian beliau dalam sifat yang memimpin, bukan hanya pondoknya saja yang berkembang, namun wilayah disekitarnya pun turut tumbuh dan berkembang hingga membentuk sebuah desa yang baru.
Karena perkembangan itu, Kyai Maliu hendak menamakan wilayah tersebut. Untuk itu beliau mengumpulkan warga untuk diajak bermusyawarah, berkatalah Kyai Maliu dihadapan warga yang diundangnya. "Apa kalian merasa betah tinggal di tempat ini?" Semua warga menjawab serempak "betah, Kyai..." Mereka selama ini tinggal dalam rasa aman dan merasa nyaman tinggal di tempat baru tersebut.
"Namun, ada sesuatu yang harus kita pikirkan dan tetapkan secara bersama." "Sesuatu apa, Kyai? tanya salah seorang warga.
"Tempat ini belumlah mempunyai nama sebagai identitas sebuah wilayah, Untuk itulah maksud saya mengumpulkan para warga untuk menentukan nama melalui musyawarah." Para warga mengangguk setuju bila daerah itu harus diberikan nama.
Kemudian musyawarah menentukan nama desa dilaksanakan. Banyak yang mengusulkan nama dengan alasan masing-masing.
Karena tidak dicapainya kata sepakat untuk sebuah nama dari usul masing-masing perwakilan, maka Kyai Maliu mengusulkan sebuah nama, yaitu Banjar sebagai jalan tengah perdebatan. Alasan beliau mengusulkan banjar karena lokasinya mengikuti aliran sungai yang baris berbanjar dan berundak-undak.
"Aku setuju Kyai.." jawab sesorang.
"kami juga setuju Kyai.." jawab para warga serempak sebagai tanda persetujuan.
Setelah penetapan nama mencapai mufakat, para wargapun mengusulkan agar Kyai Maliu juga diangkat sebagai pemimpin mereka, semua pun juga sepakat atas usulan pemimpin itu. Dan atas penetapan pemimpin itu, kemudian dikenal sebagai Kyai Ageng Maliu Petinggi Banjar.
Karena Kyai Ageng Maliu adalah orang shaleh yang sangat memegang prinsip-prinsip syariat, maka ia sangat dicintai dan terkenal sebagai pemimpin yang memiliki rasa asah, asih, dan asuh kepada rakyatnya.
Dibawah kepemimpinannya membina para warga, kehidupan rakyat sekitar menjadi bertambah makmur dalam segi pangan dan kebutuhan pokok lainnya. Bukan hanya alasan atas pemimpinnya yang istimewa, namun rakyatnya juga mempunyai sifat yang giat dalam bekerja, sehingga hal yang wajar bila mereka hidup dengan makmur, bahkan saat itu daerah Banjar sempat menjadi lumbung padi besar bagi daerah tetangga sekitar.
Dalam Kehidupan beragama juga tumbuh dengan subur menjiwai rakyatnya karena dakwah yang disampaikan Kyai Maliu dan para santrinya. Para santri disebar dalam dakwah kepada warga sekitar dalam Masjid-masjid. Namun para santri mengajak pada warga agar masjid bukan hanya untuk kepentingan ibadah semata, melainkan juga digunakan untuk bermusyawarah dalam memecahkan segala urusan desa. Mulai dari menentukan kapan waktu yang cocok untuk menanam padi, perawatan, dan memanen.
Semuanya dikerjakan dengan gotong royong dan penuh rasa kekeluargaan. Tidak heran kalau pada waktu itu desa Banjar terkenal hingga luar daerah dan mengundang perhatian para ulama besar yang sedang melaksanakan dakwah Islam.
Suatu hari, datanglah tiga orang tamu ke pondok Kyai Ageng Maliu, mereka mengucap salam pada penghuni pondok.
"Waalaikum salam...Kyai Ageng Maliu menjawab salam tamunya seraya menuju ke pintu. Dilihatnya tiga orang tamu yang dipastikan bukan berasal dari daerah Banjar. Cara berpakaian dan tutur katanyaa setidaknya bisa dijadikan alasan.
"Mari Kisanak, silakan masuk.." ucap Kyai Ageng Maliu mempersilahkan ketiga tamunya untuk masuk kedalam pondok.
"Terima kasih wahai Kyai, karena telah menerima kami dengan baik. Perkenalkan, saya adalah Giri Wasiyat dari daerah Gresik. Sedangkan mereka berdua adalah saudaraku, Kangmas Prapen dan Dimas Giri Pit. Kami bertiga adalah putra Rama Sunan Giri dari Gresik. "
"Allahuakbar.. saya kedatangan tamu agung rupanya.."Kyai Maliu terkejut karena kedatangan tamu yang Mulia, putra-putra dari seorang sunan Gresik.
"Jangan berlebihan wahai saudaraku. Kami telah mengetahui bahwa engkau adalah petinggi desa ini. santri-santri yang belajar di pondok sangat banyak. Untuk itu kami bertiga menyempatkan datang kemari untuk saling bertukar pengalaman dalam dakwah dan ilmu agama.
Ketahuilah, bahwa yang aku miliki hanya keinginan berdakwah dalam islam, dan berdakwah itu hanya berbekal niat. Namun, saya yakin kalau Pangeran bertiga selain bekal niat juga telah memiliki ilmu agama yang mumpuni, dan seharusnyalah akulah yang harus berguru dari kalian."
"Di mata Allah kita itu sama. Segala ilmu adalah milik Allah. Kita hanya dipinjami, itupun sangat terbatas. Namun demikian, jika ilmu yang sedikit ini diamalkan untuk orang lain, maka jadilah ilmu yang bermanfaat, demikian wasiat Rama Sunan Giri yang disampaikan kepada kami atas dasar sabda Nabi Muhammad saw."
Semenjak kedatangan tamu dari Gresik, hampir setiap malam diadakan kajian ilmu dan tadarus Alquran yang terus menerus.
Rakyat desa Banjar benar-benar merasa beruntung dapat menimba ilmu keagamaan secara luas dari seorang ulama besar secara langsung. Kyai Ageng Maliu banyak menyerap ilmu syara' maupun ilmu hikmah dari Kyai Ageng Giri wasiyat.
Kyai Ageng Giri Wasiyat pun sangat memuji akan kecerdasan Kyai Ageng Maliu, yang mampu dengan cepat menyerap apa yang disampaikan olehnya. Jalinan persaudaraan muslim pun semakin erat diantara mereka.
Untuk memperkokoh persaudaraan semuslim diantara mereka, dan sebagai penghargaan atas kebaikan Kyai Ageng Maliu, mereka sepakat akan menghadiahkan putrinya, Nyai Barep, kepada Kyai Ageng Maliu untuk dijadikan seorang istri.
Setelah pernikahan Kyai Maliu dan Nyai Barep, mereka bertiga pergi untuk melanjutkan pengembaraan dakwahnya dan berjanji untuk lebih mempererat tali persaudaraan yang telah terjalin, sebagai saudara muslim dan saudara tautan pernikahan putrinya.
Dan seiring berjalan waktu, Desa Banjar berkembang sangat pesat. Selain sebagai pusat penyebaran agama, juga tempat bertemunya para pedagang. Karena sebagai tempat perniagaan maka desa itu semakin ramai dan berpenduduk banyak. Akhirnya desa itu berkembang menjadi sebuah kota atau tepatnya disebut kadipaten.
Demikianlah kisah tentang asal-usul Banjarnegara, yang Semula Kadipaten Banjar berlokasi di sebelah timur kali Merawu, kemudian atas kesepakatan bersama atas dasar kebutuhan tempat yang lebih layak dan mencukupi maka dipindah ke bagian barat kali Merawu, hingga dikenal Banjar Watu Lembu.
Seiring waktu dan perkembangan yang semakin bertumbuh, lalu pusat pemerintahan dipindahkan lagi kesebelah selatan kali Merawu hingga sekarang, yang dikenal dengan kota Banjarnegara.