Pengertian Dan Hukum Warisan Dalam Islam

Pengertian Dan Hukum Warisan Dalam Islam

hukum warisan dalam islam


PENGERTIAN WARISAN, adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu baik harta maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada keluarganya yang masih hidup

Sedangkan yang disebut harta waris, adalah sisa dari kekayaan si mati setelah dipotong untuk:

1. Menzakati harta yang ditinggalkan si mayat

2. Membiaya pengurusan mayat - mulai dari pembelian kain kafan, nisan, penggalian kubur dan lain-lain sampai pemakamannya; Sabda Rasulullah saw.

"Kafanilah olehmu mayat itu dengan dua kain ihramnya." (H.R. Jama'ah ahli hadits).

3. Melunasi hutang-hutang si mayat, apabila ia memiliki hutang.

4. Memenuhi wasiat si mayat, jika ia berwasiat yang besarnya tidak lebih dari sepertiga dari harta yang ditinggalkannya. Firman Allah SWT.

"Pembagian harta pusaka itu sesudah dipakai memenuhi wasiat si mnayat dan sesudah dibayarkan hutangnya." (Q.S. An-Nisa: 11)

Rukun dan Dasar Kewarisan

Rukun kewarisan,yaitu:

1. AL-Muwaris, ialah orang yang meninggal dunia.

2. Ahli Waris, ialah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mati.

3. Mauruts, adalah harta peninggalan si mati setelah dipotongg biaya pengurusan mayit, melunasi hutangnya dan melaksanakan wasiatnya yang tidak lebih dari sepertiga.

Dasar-dasar kewarisan menurut Hukum islam (ashabul mirots),ada tiga:

Kekeluargaan (qarabah), adalah pertalian hubungan darah yang menjadi dasar utama pewarisan. Hal itu disandarkan pada firman Allah SWT

"Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa, dan kerabatnya. Dan bagi orang wanita juga ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa, dan kerabatnya, sedikit atau banyak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan." (QS. An-Nisa: 7). 

"Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain berhak (waris mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik (yakni berwasiat yang tidak lebih dari sepertiga jumlah harta) kepada saudara-saudaramu seagama.

Pertalian darah ini dibagi menjadi, ke atas atau yang disebut ushul, ialah ibu-bapak, kakek-nenek dan seterusnya. Ke bawah, disebut furu, ialah anak-cucu keturunan si mati. Dan ahli waris menyamping, disebut hawasyi, ialah saudara, paman, bibi, keponakan dari si mati.
Ditinjau dari segi pembagiannya, ahli waris akibat pertalian darah ini dibagi menjadi:

[a] Ashhabul Furudinnasabiyyah,
ialah golongan ahli-ahli waris yang dapat bagian tertentu. Misal: 1/2, 1/3 dan lain-lainnya.

[b] Ashabah Nasabiyyah
, ialah golongan ahli waris yang tidak mendapat bagian tertentu. Mereka mendapat sisa dari golongan pertama. Jika tidak ada golongan pertama, golongan kedua ini berhak atas seluruh harta warisan.

[c] Dzawil Arham, ialah kerabat yang agak jauh dengan si mati.

2.Semenda (mushaharah), 

karena perkawinan yang syah.Sehingga suami istri berhak untuk saling mewarisi, apabila salah satu di antara mereka meninggal dunia sewaktu perkawinannya masih utuh. Ketentuannya, sebagai berikut:

[a] Apabila istri yang meninggal dan tidak memiliki anak, suami mewarisi separoh dari harta peninggalan istrinya. Jika punya anak memperoleh seperempatnya. Firman Allah SWT

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditiinggalkan istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu memiliki anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggaikannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat dan/atau sesudah dibayar hutang-hutangnya." (Q.S. An-Nisa: 12)

[b] Apabila suami yang meninggal dan tidak memiliki anak
istri mewarisi seperempat dari harta peninggalan suaminya Jika punya anak memperoleh seperdelapannya. Firman Allah SWT :

Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu (suami) tinggalkan, jika kamu tidak mempunyai anak Apabila kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh harta seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat, dax sesudah dibayar kutang- hutangmu."(Q.S. AN-Nisa: 12)

3 Wala' 

adalah persaudaraan menurut hukum yang timbul karena membebaskan budak. Sabda Rasulullah saw.

"Hubungan orang yang memerdekakan budak dengan budak yang bersangkutan seperti kubangan turunan dengan turunan, tidak dijual dan tidak diberikan."(HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hiban, dan Hakim)

Hak Wala'itu hanya bagi orang yang telah membebaskan budak Wala' itu adalah suatu kerabat sebagai kerabat nasab yang tidak boleh dijual atau dihibahkan." (H.R. Hakim).

Dengan demikian orang yang memiliki hak wala', berhak mewarisi harta peninggalan budaknya. Ditegaskan oleh Rasulullah saw. "Sesungguhnya hak itu (mewarisi) untuk orang yang memerdekakan." (Sepakat ahli hadis).

Mereka itu disebut ahli waris golongan Ushubah sababiyyah.

4. Hubungan agama. 

Apabila orang Islam yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, maka harta peninggalannya diserahkan ke baitul mal untuk kepentingan umat Isam. Sabda Rasulullah saw, "Saya menjadi waris orang yang tidak mempunyai waris" (H.R. Ahmad dan Abu Daud)

Tentu saja. Rasulullah saw. menerima harta pusaka tersebut bukan untuk kepentingan pribadi/keluarganya melainkan untuk kepentingan umat Islam.