Panduan Lengkap Sholat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Panduan Lengkap Sholat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Shalat Hari Raya ialah termasuk sebesar-besar Syiar Agama Islam dan senyata-nyatanya. Para sahabat Rasulullah saw meski sekali tidak pernah meninggalkannya, demikian pula Rasulullah sendiri tidak pernah meninggalkannya.

sholat hari raya idul fitri dan idul adha

Shalat hari raya itu dibagi menjadi dua yaitu Shalat Hari Raya Fitri dan Shalat Hari Raya Adha.

Shalat Hari Raya Fitri adalah shalat dua raka'at yang dikerjakan setahun sekali tepatnya tanggal 1 Syawal pada pagi hari. ldul Fitri berarti "Kembali Kepada Fithrah" atau "Kembali Kepada Kesucian".

Fithrah adalah asal kejadian manusia, bahwa pada asal kejadiannya manusia itu suci bersih.

Sedangkan Hari Raya Adha atau Hari Raya Kurban atau yang sering disebut orang dengan "Idul Adha" yang jatuh pada tanggal 10 Zulhijah. Idul Adha juga disebut hari Raya Haji.

Dan mengenai shalat hari raya ini dalam hadits disebutkan:

"Diberitakan dari lbnu Abbas ra: Bahwasanya Nabi saw mengerakan shalat pada hari raya dua rakaat, beliau tidak mengerjakan shalat sebelumnya dan tidak pula sesudahrya." (HR. As-Sab'a).

"Diberitakan dari Ibnu Abbas ra: bahwa Nabi saw mengerjakan Shalat hari raya tanpa adzan dan tanpa iqamah."(HR. Abu Dawud dari Bukhari).

"Diberitakan dari 1bnu Umar ra, ia berkata: Rasulullah saw Abu Bakar dan Umar, mengerjakan Shalat led (Yakni shalat Hari Raya Fitri dan Adlha) sebelum khutbah."(H.R. Bukhari Muslim).

"Diberitakan dari Abi Sa'ied ra. ia berkata: Nabi saw keluar pada Hari Raya Fitrah dan Kurban menuju masjid. Dan sesuatu yang pertama kali beliau kerjakan ialah shalat, kemudian berpaling, lalu bangun menghadap manusia, sedang manusia tetap berada di shaf masing-masing, maka beliau memberikan pelajaran yang baik pada mereka dan memerintah mereka." (H.R. Muttafaq Alaih).

Shalat Hari Raya Pertama Kali

Rasulullah Muhammad saw melaksanakan shalat hari raya pertama kali di kota Madinah pada tahun kedua setelah Hijrah bersama dengan kaum muslimin. Sehingga mulai saat itu, Rasulullah saw. selalu melaksanakan shalat hari raya pada setiap tahun.

Sebelum diadakannya Shalat led, penduduk Madinah setahun dua kali merayakan hari raya dengan berbagai pesta dan permainan. Rasulullah saw menanyakan kepada mereka, Apakah dua hari itu?"

Mereka menjelaskan bahwa hari yang dirayakan itu merupakan peninggalan (sisa) jaman Jahiliyah. Yang mana setiap dua tahun sekali mereka bergembira dan mengadakan berbagai perayaan. Setelah Rasulullah saw. mendirikan Shalat led, lalu perayaan sisa Jahiliyah itu pun mereka tinggalkan.

Hadits dari Jabir ra. menerangkan:
"Rasulullah saw datang ke Madinah, sedang bagi penduduk Madinah ada dua hari yang mereka rayakan dengan berbagai permainan. Rasulullah saw. lalu bertanya, Apakah hari yang dua ini?" Penduduk Madinah menjawab, Di masa Jahiliyah hari-hari itu mereka bersuka ria."

Kemudian Rasulullah saw bersabda,
"Allah telah menukar dua hari raya ini dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu ledul Adha dan ledul Fitri." (HR, Abu Dawud).

Hukum Shalat Hari Raya

Menurut sebagian pendapat Shalat led itu fardhu, karena Rasulullah saw. tidak pernah meninggalkan sama sekali sampai beliau wafat.

Para ulama yang berpendapat demikian, beralasan seandainya Shalat led itu hukumnya sunnat, mungkin Rasulullah saw. pernah meninggalkan sekali atau dua kali, sebagaimana beliau meninggalkan shalat lail di bulan Ramadhan.

Namun Rasulullah tidak pernah meninggalkan Shalat led, baik ledul adha maupun ledul Fitri.

Shalat Ied lebih utama kedudukannya dibandingkan dengan Shalat Jum'at. Sebab jika pada hari Jum'at bertepatan dengan Idul Fitri atau Idul Adha, maka siang harinya tidak ada lagi Shalat Jum'at. Ied dapat mengalahkan Jum'at. Ied merupakan syiar agama Islam yang paling utama dan dirayakan oleh setiap Muslim.

Rasulullah saw memerintahkan semua Muslim, baik besar maupun kecil, tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan, para gadis, para wanita yang sedang haid untuk melaksanakan shalat hari raya. Hanya saja bagi wanita yang haid, cukup mendengarkan khutbah saja dan berada di tempat terpisah dengan jama'ah.

Rasulullah saw tidak pernah memerintahkan wanlta haid menghadiri Jum'at. Ini menunjukkan bahwa ied lebih utama dari Jum'at.

Para ulama berkesimpulan, bahwa Jum'at adalah wajib. Tetapi ied dapat menggugurkan wajib sholat Jum'at. Berarti Shalat Ied itu Fardhu.

Perintah Shalat led ditegaskan dalam Al-Qur'an:

Maka bershalatlah engkau untuk Tuhannu dan sembelihlah (qurban)." (QS. Al-Kautsar: 2).

Adapun dalil yang menguatkan perempuan wajib mengerjakan Shalat led (bagi yang haid cukup menghadirinya), berdasarkan riwayat:

"Adalah kami diperintalhkan membawa keluar seluruh perempuan ke tempat Shalat led." (HR. Bukhari dan Ummu Athiyah).

Meskipun demikian, ada pula yang berpendapat bahwa shalat hari raya ini hukumnya sunnat mu'akkad dan lebih baik dikerjakan dengan berjama'ah, tempatnya boleh di masjid atau di lapangan, serta dilakukan sebelum Khutbah. Agama slam mensyariatkan shalat harinya ini dan memerintahkan agar semua penduduk menghadirinya. Satu di antara tujuannya, ialah agar supaya dapat diperoleh semacam persatuan umat yang erat dan kokoh.

Hukum sembahyang hari raya sunnat muakkad (sunnat yang lebih penting), karena Rasulullah saw tetap bersembahyang hari raya selama beliau hidup (dasar yang dipakai oleh pendapat yang mewajibkan dan mensunatkan Shalat Hari Raya apabila kita amati sebenarnya juga sama).

Firman Allah SWT:

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkorbanlah." (QS. al-Kautsar: 1-2).

Sabda Rasulullah s.a.w:

"Dari Ibnu "Umar: Rasulullah saw, Abu Bakar dan Umar pernah melakukan sembahyang dua hari raya sebelum berkhutbah". (HR. Jama'ah).

Mula-mula Rasulullah saw shalat raya pada tahun kedua (tahun Hijrah). Shalat Hari Raya itu dua raka'at, waktunya sesudah terbit matahari sampai tergelincir matahari, rukun dan syaratnya, begitu juga sunnatnya sama dengan sembahyang yang lain, dan ditambah dengan beberapa sunnat yang lain.

Sabda Rasulullah saw:

"Dari lbnu Abbas: "Sesungguhnya Nabi sawv sembahyang hari raya dua raka'at, beliau tidak sembahyang sebelum dan sesudahnya". (HR. Bukhari dan Muslim).

Semua orang dianjurkan untuk berkumpul dan sembahyang pada hari raya, baik orang yang tetap (muqim) maupun orang yang dalam perjalanan, baik laki-laki atau perempuan, besar atau kecil, sehingga perempuan yang berhalangan karena kotoran pun disuruh juga pergi berkumpul untuk mendengar khutbah (pidato), tetapi mereka tidak boleh sembahyang.

Sabda Rasulullah saw:

"Dari Ummi 'Athiyah, katanya: Rasulullalh saw telah menyuruh kami pada hari raya fithri dan hari raya haji, supaya kami menmbawa gadis-gadis, perempuan yang sedang haid, dan hamba perempuan ke tempåt sembahyang hari raya. Adapun perempuan yang sedang haid mnereka tidak mengerjakan sembahyang". (HR. Bukhari dan Muslim).

Memang, apabila kita menelusuri pendapat para ulama madzhab, mereka pada umumnya berselisih pendapat tentang Shalat Idul Fitri dan Shalat Idul Adha, apakah hukumnya, wajib atau sunnah?

Mazhab Imamiyah dan Hanafi mengatakan kedua Shalat led itu hukumnya fardhu ain dengan syarat-syarat yang ada pada Shalat Jum'at. Kalau syarat-syarat tersebut atau Sebagian dari padanya tidak terpenuhi, maka menurut kedua mazhab tersebut kewajiban tersebut menjadi gugur.

Hanya Imamiyah menambahkan: Jika syarat-syarat wajib tidak terpenuhi, maka ia kerjakan sebagai shalat sunnath baik secara berjama ah maupun perorangan, dalam bepergian maupun mukim.
Mazhab Hambali mengatakan: Hukumnya fardhu kifayalh. Mazhab Syafii dan Maliki mengatakan: Hukumnya adalah sunnah muakkadah.

Waktu shalat 'led tersebut adalah sejak naiknya matahari setombak sampai tergelincirnya matahari (waktu zawal), demikian menurut mazhab Imamiyah dan Syafii. Sedangkan menurut Mazhab Hambali: Waktunya adalah sejak naiknya matahari setombak sampai waktu zawal.

Tentang khutbah pada shalat dua hari raya, Imamiyah mengatakan kedua khutbah tersebut harus persis seperti khutbah Jum'at. Sedangkan mazhab-mazhab lainnya mengatakan khutbah itu hanya sunnah. Adapun tentang letak khutbah tersebut, semua sependapat bahwa waktunya adalah sesudah shalat, berbeda dengan khutbah Jum'at yang disampaikan sebelum shalat.

Mazhab Imamiyah dan Syafi'i menyatakan: Shalat pada kedua hari raya itu sah dikerjakan, baik sendiri maupun berjama'ah. Sedangun mazhab-mazhab lainnya mewajibkan berjama'ah dalam shalat Ted itu.

Waktu Shalat Hari Raya

Waktu mengerjakan shalat hari raya ialah mulai terbit matahari sampai tengah hari. Untuk Shalat Hari Raya Fitri Sunnat waktunya agak dilambatkan, lebih kurang jam 08.00

Dan untuk Shalat Hari Raya Adhha sunnat agak pagi, lebih kurang jam 07.00. Tempat di Masjid atau Mushala dan dilapangan.

Sepanjang Pengalaman Rasulullah Shalat led senantiasa dikerjakan secara berjamaah di tanah lapang, kecuali turun hujan: Hikmahnya agar kaum wanita yang haid bisa hadir (tidak shalat) bersama-sama kaum muslim merayakan Hari Kaya tersebut.

Sunnat sebelum mengerjakan Shalat Hari raya Fitrah makan terlebih dahulu. Dan Sunnat pada hari raya, makan setelah shalat.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

"Diberitakan dari lbnu Buraidah dari ayahnya Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Rasulullah saw tidak keluar pada hari raya fitri sehingga beliau makan, dan beliau tidak makan pada hari raya Adha sehingga beliau mengerjakan Shalat." (HR. Ahmad dan Turmudzy, dan Ibnu Hibban mensahihkannya).

Shalat Hari Raya Fitri, sholat sunnah dua rakaat yang dikerjakan kaum muslimin sesudah menunaikan ibadah puasa bulan ramadan.

Pada hari itu mereka mengeluarkan atau memberi sebagian dari karunia Allah SWT yang telah dikaruniakan kepada mereka.

Dengan demikian terpenuhilah keperluan orang yang berhajat dan terbukalah hati-hati orang fakir terhadap orang-orang yang kaya sehingga tambah eratlah tali persaudaraan di antara mereka.

Sholat Hari Raya Adha, ialah shalat hari raya yang disyariatkan sesudah selesai mengerjakan rukun Haji, melakukan wukuf di Arafah oleh para Haji, adalah sebagai tanda berbesar hati terhadap kelangsungan muktamar kaum muslimin di kota suci Makah Al Mukarramah.

Pada Hari Raya Adha ini, orang-orang muslimin yang mempunyai kemampuan, diperintahkan untuk menyembelih kurban untuk menumbuhkan keridhaan mengeluarkan harta di jalan Allah SWT.

Hal Yang Dilakukan Sebelum Shalat Hari Raya

1. Sebelum berangkat untuk Shalat Hari Raya disunnatkan mandi, berpakaian dan berdandan yang rapi serta memakai harum-haruman.

Sabda Rasulullah saw:

"Dari Hasan bin 'Ali: Rasulullah saw menyuruh kamu pada hari raya, supaya memakai pakaian sebaik-baiknya yang ada pada kami, dan berharum-haruman sebaik-baiknya yang ada pada kami, dan berkurban dengan binatang segemuk-gemuknya yang ada pada kami." (HR. Hakim dan Ibnu Hibban)

2. Untuk Shalat Hari Raya Fitri sebelum berangkat disunnatkan makan dan minum terlebih dahulu, dan untuk Shalat Hari Raya Adlha sebelum berangkat tidak disunnatkan makan minum terlebih dahulu, kecuali sesudah selesai Shalat Hari Raya.

Sabda Rasulullah saw:

"Dari Anas: Adalah Nabi saw tidak pergi mengerjakan sembahyang pada hari raya fithri, sehingga beliau memakan beberapa biji korma dahulu". (HR. Ahmad dan Bukhari).

Sabda Rasulullah saw:

Dari Buraidah: Nabi saw tidak makan pada hari raya haji sehingga beliau kembali dari sembahyang". (HR. Tirmidzi).

3. Sepulang dari Shalat Ied raya disunnatkan untuk lewat jalan yang berlainan dari jalan berangkatnya.

Cara Sholat Hari Raya

1. Setelah kita mengerjakan shalat shubuh, mandi Sunnat hari raya, lalu kita berangkat menuju masjid dengan berjalan kaki dan memperbanyak membaca takbir Kemudian setelah sampai ke masjid, lalu masuk ke dalamnya dengan melangkahkan kaki kanan terlebih dulu dengan membaca
"Bismillahirrahnmanirrahim" sebelumnya membaca doa masuk masjid. Sebelum duduk sunnat mengerjakan Shalat Tahiyyatul Masjid dua rakaat.

Jika tempatnya di lapangan, maka tidak usah mengerjakan sunnat tahiyyah. Kemudian duduk dengan tenang dan mengulang-ulang bacaan takbir, sampai salat dimulai.

Baik di masjid atau di lapangan, dianjurkan mencari shaf (tempat duduk) yang paling depan atau berusaha mengisi shaf yang kosong.

2. Tidak dengan adzan, hanya bilal menyerukan takbir serta: "Ash Shalaatu Jaa'mi'ah'" dan seterusnya. Ada pula yang cukup mengumumkan dengan bahasa daerah bahwa Shalat led akan dimulai.

3. Dikerjakan dengan berjamaah dan imam mengeraskan bacaan Alfatihah dan surat atau ayatnya.

4. Setelah mengerjakan takbiratul ihram dan niatnya, kemudian doa iftitah seperti shalat-shalat biasa.

5. Kemudian takbir lagi tujuh kali (7x).

Sabda Rasulullah saw:
"Dari Amr bin Syu'aib: Sesungguhnya Nabi saw takbir pada hari raya dua belas takbir, tujuh di raka'at pertama, lima di raka'at yang akhir. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).

Dan antara takbir satu dengan lainnya sunnatkan membaca:

"Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah. Tidak ada tuhan melainkan Allah. Dan Allalh Maha Besar. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Hadirat Allah Yang Maha Tinggi Lagi Maha Agung.
Ada juga pendapat yang menyatakan tidak membaca tasbih.

6. Sesudah itu membaca Alfatihah dan surat pada rakaat pertama sunnat membaca surat al Alaa.

7. Ruku' dan seterusnya sebagaimana shalat biasa.

8. Kemudian berdiri bangkit dari sujud untuk rakaat kedua dengan takbir, sesudah itu ditambah takbir lagi lima kali (5x). Dan antara takbir satu dengan lainnya Sunnat membaca: "Subhaanallaahi Wal Hamdulillaahi" dan seterusnya seperti pada rakaat pertama.

9. Setelah itu membaca fatihah dan surat. Pada rakaat kedua iní sunnat membaca surat al-Ghaasyiyah.

10. Berikutnya seperti rakaat kedua dalam shalat biasa.

11. Kemudian setelah selesai mengerjakan shalat, barulah dibacakan dua khutbah.

Adapun caranya, setelah bilal menyerukan bilalnya sebagai tanda khutbah akan dimulai, maka khatib berdiri dan mengucapkan salam dan terus berkhutbah, tanpa duduk terlebih dahulu dan tanpa adzan.
Dalam khutbah Idul Fitri berisi keterangan tentang zakat fitrah, pada hari raya kurban atau Iedul Adhha berisi penerangan tentang ibadah haji dan hukum kurban.

Khutbah yang dilakukan sesudah shalat led itu, pada khutbah yang dilakukan sesudah Shalat led itu, pada khutbah pertama membaca takbir sembilan kali (9x) dan pada khutbah kedua membaca takbir tujuh kali (7x), dan pembacaannya harus berturut-turut.

Pada hari raya haji atau hari raya kurban, takbir dimulai dari shubuh pada hari Arafah yakni tanggal 9 Zulhijah, dan pada tiap-tiap shalat fardhu yang lima waktu pada hari-hari tasyrik.

Pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, seluruh kaum muslimin, baik yang besar ataupun yang kecil, yang tua ataupun yang muda agar meramaikannya. Bagi wanita-wanita yang sedang haid pun dianjurkan keluar, sekalipun mereka tidak ikut shalat.

Rasulullah saw bersabda:

"Dari Ummi Athiyyah, Ia berkata: Kami diperintahkan pergi Shalat Hari Raya, bahkan anak-anak gadis keluar dari pingitannya. Juga perempuan-perenpuan yang sedang haid (datang bulan) tetapi mereka hanya berdiri saja dl belakang orang banyak, dan turut takbir dan don bersama-sama dan mereka mengharapkan beroleh keberkahan dan kesuclan hari itu." (HR, Bukhari).

Dalam harí raya itu semua orang yang dapat keluar laki-laki perempuan, tua muda semuanya sunnat keluar,

Meskipun perempuan yang sedang tidak boleh mengerjakan shalat. Perempuan yang tidak boleh mengerjakan shalat itu cukup mendengarkan khutbahnya saja,

Sementara ítu mengenaí tata cara shalat led itu, menurut ulama mazhab tersebut adalah dua rakaat, dengan ketentuan sebagaí berikut:

Menurut Hanafi: 

Niat, kemudian mengucapkan takbiratul ihram, kemudian mengucapkan puji takbir tiga kali yang diselingi dengan díam sejenak sekadar bacaan tiga kali takbir atau juga boleh mengucapkan: Sublanallah wal hamdulillah la Ilaha Illallah wallahu akbar", Kemudian membaca :

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

A’uudzu billahiminasy-syaithonirrojiim

Artinya : Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk

Setelah ítu membaca Al-Fatilhah dan salah satu surat, lalu ruku dan sujud, Pada rakaat kedua, mulai dengan membaca al-Fatihah dan salah satu surat, kemudian mengucapkan takbir tiga kali, kemudian ruku' dan sujud, lalu menyempurnakan shalat hingga selesai.

Menurut Syafi'i: 

Mengucapkan takbiratul ihram kemudian membaca doa iftitah, kemudian mengucapkan takbir tujuh kali yang antara tiap-tiap dua takbir itu diselingi ucapan: "Subhanallalh walhamdulillah wala llaha illallah wallahu kabar", secara perlahan. Kemudian mengucapkan:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

A’uudzu billahiminasy-syaithonirrojiim

Artinya : Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk

Setelah itu dilanjutkan dengan membaca alFatihah dan Surat Qaf. Kemudian ruku' dan sujud. Ketika bangkit kerakaat kedua, mengucapkan takbir yang kemudian ditambah dengan lima kali takbir lagi, yang antara dua akbir diselingi dengan ucapan:

سبحان الله والحمد لله ولاإله الاالله والله اكبر

Subhanallalh walhamdulillah wala llaha illallah wallahu akbar

Kemudian membaca al-Fatihah dan surat lqtarobat serta menyempurnakan shalat hingga selesai.

Menurut Imam Hambali: 

Membaca doa iftitah, kemudian mengucapkan takbir enam kali, yang antara tiap-tiap dua takbir itu mengucapkan:

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً .  وَأَصِيْلاً وثل الله على محمد واله وسلم تسليما

Allaahu Akbaru kabira wal hamdu lillahi kathira, wa subhanallahi bukratan wa asila Washolallahu 'alaa muhammadin wa aalihi wa sallama tasliimaa.

Lantas membaca :

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

A’uudzu billahiminasy-syaithonirrojiim

Artinya : Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk

Dan basmalah, lalu diteruskan dengan membaca al-A'la (hingga selesai).

Kemudian menyempurnakan rakaat pertama hingga selesai dan diteruskan dengan rakaat kedua. Pada rakaat kedua mengucapkan takbir lima kali selain dari ucapan takbir untuk bangkit ke rakaat kedua.

Yang antara tiap-tiap dua takbir tersebut diselingi dengan ucapan yang sama dengan apa yang dibaca pada rakaat pertama tadi.

Kemudian mengucapkan basmalah diteruskan dengan membaca alFatihah dan surat al-Ghasyiyah, kemudian ruku dan seterusnya hingga selesai shalat.

Pendapat Maliki: 

mengucapkan takbiratul ihram, dilanjutkan dengan ucapan takbir enam kali, lalu membaca Surat: al-Fatihah dan Surat al-A'la, lalu ruku' dan sujud.

Kemudian bangkit ke rakaat kedua sambil mengucapkan takbir, ditambah dengan lima takbir sesudahnya, lalu dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah dan surat al-Syamsi atau yang sepertinya, kemudian menyempurnakan Shalat hingga selesai.

Madzhab Imamiyah berpendapat: 

Merngucapkan takbiratul ihram lalu membaca surat AlFatihah dan salah satu surat, Kemudian mengucapkan takbir lima kali yang pada tiap-tiap satu takbir diselingi dengan doa qunut.

Kemudian ruku dan sujud. Ketika bangkit ke rakaat kedua, membaca al-Fatihah dan salah satu surat, lalu mengucapkan takbir empat kali, yang diselingi dengan doa qunut pada tiap-tiap satu takbir.

Kemudian ruku', dan menyempurnakan shalat sampai selesai.

Lafadh Niat Shalat Hari Raya

1. Lafadh niat Shalat Hari Raya Idul Fitri ialah:

Lafadh niat seorang imam:

اصلى سنة لعيد الفطر ركعتين إمامالله تعالى

"Saya niat shalat sunnat Idul Fitri menjadi imam karena Allah Ta'alaa."

Lafadh niat para makmum:

اصلى سنة لعيد الفطر ركعتين مأمومالله تعالى

"Saya niat shalat sunnat Idul Fitri dua rakaat sebagai makmum karena Allah Ta'alaa.

2. Lafadh niat salat Hari Raya ledul Adhha ialah:

Lafadh niat seorang imam:

اصلى سنة لعيد الاضحى ركعتين إمامالله تعالى

"Saya niat shalat sunnat ldul Adha dua rakaat sebagai imam karena Allah Taala."

Lafadh niat para makmum :

اصلى سنة لعيد الاضحى ركعتين مأمومالله تعالى

"Saya niat shalat sunnat ledil Adhha dua rakaat sebagai makmum karena Allah Taala."

Bilangan Raka at shalat Hari Raya

Adapun mengenai bilangan raka'atnya shalat dua hari raya adalah hanya dua raka'at tidak memakai adzan dan iqomat dan sesudah selesai shalat diadakan khutbah.

Anjuran Shalat Hari Raya

Hadits Nabi saw:

"Dari Ummu Athyyah berkata: Kami diperintahkan keluar (untuk) shalat hari Raya, bahkan, anak-anak gadis (juga diperintahkan) keluar dari pingitannya (untuk) shalat hari raya juga perempuan-perenipuan yang sedang haid (datang bulan), namun mereka hanya berada di belakang Orang banyak maka mereka turut bertakbir dan berdo'a bersama-sama dan mereka mengharapkan memperoleh keberkahan dan kesucian hari itıu". (HR. Bukhari).

Tempat Shalat Hari Raya

Tempat yang lebih baik di tanah lapang kecuali kalau ada halangan seperti hujan atau sebagainya. Berkata 'Allamah Ibnu Al-Qayyim:

Biasanya Rasulullah saw melakukan sembahyang dua hari raya (hari raya fithri dan haji) pada tempat yang dinamakan 'Mushalla (yakni: Nama tempat di dekat pintu gerbang kota Madinah di sebelah timur kota, di sana sekarang menjadi tempat perhentian kendaraan orang haji yang hendak ke Madinah) dan tidak pernah beliau sembahyang hari raya di masjid, kecuali hanya satu kali yaitu ketika mereka kehujanan.

Apalagi kalau dipandang dari sudut keadaan sembahyang hari raya itu guna dijadikan syi'ar dan semarak agama.

Meskipun demikian ada pula menurut setengah ulama yang berpendapat: Lebih baik di masjid karena masjid itu tempat yang mulia.

Pada sembahyang hari raya tidak disyari'atkan (tidak disunnatkan) adzan dan tidak pula iqamah hanya yang disyari'atkan menyerukan:

"Marilah sembahyang berjama'ah".

Sabda Rasulullah saw:

"Dari Jabir bin Samurah, katanya: Saya sembahyang raya bersama-sama dengan Rasulullah saw, bukan sekali dua kaii saja: beliau sembahyang dengan tidak adzan dan tidak iqamah." (HR. Ahmad dan Muslim).

Sabda Rasulullah saw:

"Dari Zuhri: Sesungguhnya Rasulullah saw pernah menyuruh tukang adzan pada hari raya supaya mengucapkan Asshalaata jami'atan (Marilah sembahyang berjama'ah)". (Riwayat Syafi'i).

Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Imam led

Sebaiknya seorang imam datang ke majelis ied ketika para jamaah sudah berkumpul. Karena Rasulullah saw. selalu berbuat demikian.

Setelah semua jamaah hadir dan tak ada yang masih berlalu lalang di jalan, maka imam segera mengajak makmum untuk mengerjakan shalat.

Sebelum takbir dimulai, imam dianjurkan untuk memeriksa shaf, meminta para jamaah untuk meluruskan dan merapatkannya. Imam harus mengeraskan suara takbirnya. Sesudah membaca iftitah, kemudian membaca takbir sebanyak tuJuh kali berulang-ulang dengan diam sejenak di antara takbir-takbir itu.

Lalu membaca al-Fatihah dengan dikeraskan dan degan tartil. Sesudahnya, lalu membaca surat Qaf, atau surat al-Ala jika bermaksud memendekkan shalat.

Pada rakaat kedua, sebelum alFatihah, membaca takbir sebanyak lima kali. Hendaknya surat yang dibaca setelah al-Fatihah ialah al-Ghasyiyah.

Setelah shalat, imam berdiri di mimbar untuk menyampaikan khutbahnya. Hendaknya di sela-sela khutbah diselingi dengan takbir. Hendaknya dipahami bahwa ada perbedaan pada khutbah Jum'at dan khutbah hari raya. Pada ied (hari raya) hanya ada satu khutbah.

Doa Sesudah Shalat Hari Raya

Mengenai doa sesudah Shalat Hari Raya Fitri dipusatkan untuk mohon ampunan dan barokah rizekinya serta dimudahkan untuk beribadah kepada Allah. Adapun mengenai doa sesudah Shalat Hari Raya Adha (Kurban), dipusatkan pada permohonan agar dimudahkan untuk pergi haji ke Baitullah dan bisa melaksanakan kurban serta dimudahkan untuk beribadah kepada Allah.

Takbiran Di Hari Raya

Ketika hari raya, baik Idul fitri maupun iedul adha dianjurkan untuk menyemarakkan dengan bacaan takbir. Malam Idul Fitri hendaknya kita merayakannya dengan takbir, tahlil, tasbih dan taqdis.

Keesokan harinya demikian pula, hingga datang waktu ashar. Jika idul Adha, maka dimulai bertakbir semenjak matahari terbenam hingga keesokan harinya (Ashar).

Orang yang merayakan dua hari raya dengan gema takbir, berarti menghidup-hidupkan hari ied.

Hadits dari Ubadah bin Shamit ra. menerangkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

"Barang siapa menghidupkan dua malam led, tidaklah mati hatinya di hari mati seluruh hati." (HR. Ath Thabarani).

Pada hari raya inilah, seluruh umat Islam di dunia bersama-sama Hari Besar Islam. Maka sejak terbenamnya matahari pada malam Hari Raya ledul Fitri sampai sore harinya, mereka (umat Islam) menyemarakkan hari raya tersebut dengan ucapan takbir, tahlil, tasbih dan tahmid.

Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:

"Hiaskanlah dua hari raya kalian dengan tahlil, takbir, tahmid dam taqdis. " (HR. Zabir dari Anas RA).

Dan pada hari raya Adha ini umat Islam secara keseluruhan meramaikan Hari Raya dengan berbagai macam puJian, dan mereka berlomba-lomba dalam beribadah kepada Allah SWT.

Kita disunnatkan untuk memperbanyak membaca takbir, tahlil, dan tahmid yang sering disebut takbiran. Adapun waktunya membaca takbir adalah sebagai berikut:

a. Pada Hari Raya Fitri,
takbiran dimulai dari terbenamnya matahari sampai imam berdiri untuk mengerjakan shalat hari Raya.

b. Pada Hari Raya Adha (kurban) atau bisa juga disebut hari Raya Haji,
takbiran dimulai dari waktu Shubuh pada hari Nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah) sampai waktu Ashar hari Tasyiq yang terakhir (tanggal 13 Dzul Hijjah), dan membacanya setiap selesai shalat lima waktu.

c. Lafadh Takbiran:

اَللهُ اَ كْبَرُ . اَللهُ اَ كْبَرُ . اَللهُ اَ كْبَرُ . لاإله إلاالله واَللهُ اَ كْبَرُ . اَللهُ اَ كْبَرُ ولله الحمد

Lafadh Latin :
ALLAHU AKBAR . ALLAHU AKBAR . ALLAHU AKBAR . LAA ILAAHA ILLALLAAHUWALLAAHU AKBAR . ALLAHU AKBAR WA LILLAAHIL HAMD

Artinya :
"Allah Maha Besar, Allah Maha besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada tuhan melainkan Allah, dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan bagi Allah segala puji.

Adapun takbir yang lebih panjang sebagai berikut:

"Allah Mala Besar, Allah Maha Besar, Allah Malha Besar Allah Maha Besar lagi Agung, dan segala puji bagi Allah dengan sebanyak-banyaknya, dan Maha siuci Allah di waktu pagi dan sore, tidak ada tuhan melainkan Allah, dan kita tidak menyembah selain Dia dengan berbuat keikhlasan dan mengerjakan agama karena Allah walaupun orang-orang kafir membenci. Tidak ada Tuhan melainkan Allah sendirinya, benar janji-Nya dan Dia menolong akan hamba-Nya, dan Dia mengusir musuh Nabi-Nya dengan sendiri-Nya, tiada tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan bagi-Nya segala puji."

Pada dua hari raya disunnatkan takbir di luar sembahyang.

Waktunya, pada Hari Raya Fitri, mulai dari terbenam matahari pada malam hari raya, sampai imam mulai sembahyang.

Takbir ini disunnatkan di segala tempat, baik di Masjid, di Langgar-Langgar, atau di rumah-rumah, dipasar-pasar, atau lain-lainnya malam atau siang, asal dalam waktu tersebut, baik orang yang tetap dalam negeri, atau Orang yang dalam perjalanan.

Takbir ini oleh ahli fiqih dinamakan takbir 'Muthlag'. Adapun pada hari raya haji disunnatkan takbir sesudah selesai dari sembahyang fardhu yang lima, baik sembahyang Adaan atau Qadhq.

Begitu juga Sesudah sembahyang sunnat yang lain-lain. Mulai waktu takbir, dari terbenam matahari malam Hari Raya Haji Sampai sesudah sembahyang 'Ashar penghabisan hari tasyriq (tanggal 11-13 haji). Ini dinamakan takbir Muqaiyad'

Firman Allah SWT:

وَلِتُکۡمِلُوا الۡعِدَّةَ وَلِتُکَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰٮكُمۡ وَلَعَلَّکُمۡ تَشۡكُرُوۡنَ ...

"Dan hendaklah kamu sempurnakan bilangan bulan puasa itu, dan hendaklah kamu besarkan Allah (takbir) atas petunjuk-Nya kepada kamu." (QS. al-Baqarah 185).

... وَاذۡكُرُوا اللّٰهَ فِىۡٓ اَيَّامٍ مَّعۡدُوۡدٰتٍ‌ؕ

"Sebutlah oleh kamu akan nama Allah pada beberapa hari yang tertentu". (QS. al-Baqarah: 203).

Kata Ibnu 'Abbas yang dimaksud dengan beberapa hari yang tertentu itu dalam ayat di atas ialah hari Tasyriq.

Kaum Perempuan Menghadiri Majelis led

Pada Shalat Jum'at, perempuan wajib mengerjakannya di rumah dan tidak ada keharusan ke masjid untuk berjamaah. Namun di hari raya, perempuan dianjurkan untuk menghadiri majelis led. Rasulullah saw. memerintahkan para perempuan dan gadis-gadis pingitan untuk keluar rumah menghadiri majelis led tersebut.

"Kami diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk membawa keluar perempuan-perempuan yang berhaid dan gadis-gadis pingitan pada hari Fitri dan Adha. Perempuan yang sedang berhaid, memisahkan diri dari shalat, mereka menyaksikan kebajikan dan seruan kaum muslinmin"

Bahwasanya Rasulullah saw. telah mengumpulkan semua perempuan Anshar di sebuah rumah, maka beliau mengutus Umar kepada mereka. Umar berdiri di pintu dan memberi salam, lalu mereka menjawabnya. Umar berkata,

"Aku utusan Rasulullah saw kepadamu, dan beliau telah menyuruh kami menbawa keluar pada dua hari raya, perempuan yang berhaid dan yang gadis. Dan beliau mencegah kami mengikuti jenazah, dan tak ada Jum'at atas kamu. (HR. Abu Dawud).

Shalat Hari Raya Tanggal Dua Syawal

Sebagaimana telah diterangkan bahwa waktu sembahyang Hari Raya Fitri itu adalah tanggal satu bulan Syawal, mulai dari terbit matahari sampai tergelincirnya.

Akan tetapi jika diketahui sesudah tergelincir matahari, bahwa hari itu tanggal satu Syawal, jadi waktu sembahyang  sudah habis, maka hendaklah Sembahyang di hari kedua (tanggal dua) saja.

Sabda Rasulullah saw:

"Dari Umairi bin Anas, berkata para sahabat: Telah tertutup atas kami hilal (awal bulan) Syawal, maka siang harinya kumi puasa Kemiudian di akhir hari itu datang beberapa orang, mereka menjadi saksi di depan Rasul saw, bahwa mereka telah melihat bulan kemarinnya, maka Rasulullah saw terus menyuruh orang banyak supaya berbuka puasa pada hari itu, dan supaya besoknya mereka pergi sembahyang hari raya". (HR. Lima orang Ahli Hadis selain Tirmidzi).

Semoga uraian ini bisa bermanfaat bagi kita sejak dunia hingga akhirat kelak. Amin ya Rabbi Rabbal 'alamin.

Sumber referensi :panduan shalat wajib dan sunnat (Imam Musbikin)