Mengenal Macam-Macam Najis Dalam Islam

Mengenal Macam-Macam Najis Dalam Islam


Dalam melakukan ibadah syarat untuk menjadi sah nya adalah menucikan diri atau thaharah dari hadas kecil maupun besar, juga membersihkan dari macam-macam najis. Najis adalah suatu benda kotor menurut syara' atau hukum agama.



Menurut tingkatannya dibagi tiga :

macam najis dalam islam

Najis Mukhaffafah (ringan) 

adalah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun, dan belum makan sesuatu kecuali air susu ibunya, menghilangkannya cukup diperciki air pada tempat yang terkena.

Najis Mutawashitha (sedang)

adalah segala sesuatu yang keluar dari dubur/qubul manusia atau binatang, barang cair yang memabukkan dan bangkai (kecuali bangkai manusia, ikan laut dan belalang) serta susu, tulang dan bulu dari hewan yang haram dimakan. Najis ini dibagi dua :

[a] najis 'ainiyah yaitu najis yang berwujud

[b] najis hukmiyah yaitu najis yang tidak berwujud, seperti bekas air kencing dan arak yang sudah kering

Cara membersihkan najis Mutawashitha sukup dibasuh tiga kali agar sifat-sifat najisnya hilang.

Najis Mughalladhah (berat) 

adalah najis anjing dan babi. Cara membersihkannya atau menghilangkannya harus dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu diantaranya dengan air bercampur tanah.

Selain tiga macam najis diatas, terdapat satu najis lagi yaitu ma'fu (najis yang dimaafkan). Antara lain nanah atau darah yang cuma sedikit, debu atau air dari lorong-lorong yang memercik sedikit dan sulit dihindarkan.

Macam-Macam Najis

Berikut adalah Macam-macam najis dan cara membersihkan dan mensucikannya :

1 Anjing

Anjing adalah najis, kecuali mazhab Maliki yang berkata: Bejanayang dibasuh tujuh kali jika terkena jilatan anjing bukanlah karena najis melainkan karena ta'abbud (beribadat). Syafi'idan Hambali berkata: Bejana yang terkena jilatan anjing mesti dibasuh sebanyak tujuh kali, satu kali diantaranya dengan tanah. Imamiyah berkata Bejana yang dijilati anjing harus dibasuh sekali dengan tanah dan dua kali dengan air.

2. Babi

Semua mazhab, berpendapat bahwa hukumnya sama seperti anjing, kecuali mazhab Imamiyah yang mewajibkan membasuh bejana yang terkena babi sebanyak tujuh kali dengan air saja. Begitu juga hukumnya dengan bangkai tikus darat (yang besar).

3. Bangkai

Semua mazhab sepakat, bahwa bangkai binatang darat selain manusia adalah najis jika pada binatang itu keluar darah yang mengalir. Adapun bangkai manusia, Maliki, Syafii dan Hambali mengatakannya suci. Hanafi berpendapat, bangkai manusia itu najis, dan yang terkena dapat suci dengan mandi.

Begitu juga pendapat Imamiyah, tetapi terbatas pada bangkai orang Islam. Dan semua mazhab sepakat bahwa kesturi yang terpisah dari kijang adalah suci.

4. Darah

Keempat mazhab sepakat bahwa darah adalah najis kecuali darah orang yang mati syahid, selama darah itu berada diatas jasadnya. Begitujuga halnya dengan darah y ang tertinggal pada persembelihan, darah ikan, darah kutu, dan darah kepinding (tinggi)

Imamiyah berkata: Semua darah hewan yang darahnya mengalir, juga darah manusia yang mati syahid atau bukan, adalah najis.

Sedangkan darah binatang yang tidak mengalir darahnya, baik binatang laut atau binatang darat, begitu juga tinggalan pada persembelihan, hukumnya suci.

5. Mani

Imamiyah, Maliki dan Hanafi berpendapat bahwa mani anak Adam dan lainnya adalah najis, tetapi khusus Imamiyah mengecualikan mani binatang yang darahnya tidak mengalir, untuk binatang ini Imamiyah berpendapat, mani dan darahnya suci.

Syafi'i berpendapat, mani anak Adam suci, begitu pula semua binatang selain anjing dan babi, Hambali berpendapat mani anak Adam dan mani binatang yang dagingnya dimakan adalah suci;
tetapi mani binatang yang dagingnya tidak dimakan adalah najis.

6. Nanah:

Najis menurut empat mazhab dan suci menurut Imamiyah.

7. Kencing

Airkencing dan kotoran anak Adam adalah najis menurut semua mazhab.

8. Sisa binatang:

Ada dua kelompok binatang, yaitu yang terbang dan yang tidak terbang. Masing-masing kelompok itu dibagi menjadi dua, yaitu yang dagingnya dimakan dan yang dagingnya tidak dimakan. Kelompok binatang terbang yang dagingnyatidak dimakan misalnya burung ring dan elang (Maliki menghalalkan keduanya dimakan). Binatang tidak terbang yang dagingnya dimakan misalnyalembu dan kambing dan yang dagingnya tidak dimakan misalnya

Serigala, dan kucing (Maliki menghalalkan keduanya untuk dimakan). Ada beberapa pendapat dari masing-1masing mazhab tentang sisa binatang-binatang tersebut. Syafi'i berkata Semua SIsa termasuk kotoran merpati, burung ciak dan ayam, hukumnya najis. Kotoran unta dan kotoran kambing najis. Kotoran kuda, bagal, dan lembu, semuanya najis.

Imamiyah berkata :
Sisa-sisa burung yang dagingnya dimakan ataupun tidak, semuanya suci; begitujuga hewan yang darahnya tidak mengalir, baik yang dagingnya dimakan maupun tidak. Adapun binatang yang mempunyal darah mengalir, Jika dagingnya dimakan, seperti unta dan kambing maka sisanya Suci; danjika dagingnya tidak dimakan seperti beruang dan binatang buas lainnya maka sisanya najis. Dan setiap binatang yang dagingnya diragukan halal-haramnya, maka sisanya suci hukumnya.

Hanafi berkata: Sisa-sisa binatang yang tidak terbang seperti unta dan kambing adalah najis. Adapun binatang terbangjika ia buang air besar di udara, seperti merpati dan burung ciak sisanya suci; jika buang air besar di bumi seperti ayam dan angsa maka sisanya najis.

Hambali dan Syafi'i berkata: Sisa-sisa binatang yang dagingnya dimakan hukumnya suci, sedangkan sisa-sisa binatang yang darahnya mengalir dan dagingnya tidak dimakan hukumnya najis, baik yang terbang maupun tidak. Dan semua mazhab sepakat bahwa sisa binatang yang najis itu adalah najis.

Benda cair yang memabukkan Adalah najis menurut semua mazhab. Tetapi Imamiyah menambahkan satu ketentuan, bahwa benda cair tersebut asalnya cair. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada upaya menjadikan benda memabukkan yang cair diubah menjadi beku untuk menghindari hukum najisnya, padahal hukumnya tetapp najis. Ada baiknya jika kita petik kata-kata salah seorang pengarang

fuqaha Imamiyah: Ulama Sunnah dan Syi' ah sepakat tentang najisnya arak, keeuali sebagian dari kami dan sebagian dari mereka yang menyalahi ketentuan ini, dan mereka tidak diakui oleh kedua kelompok

10, Muntah

Hukumnya najis menurut empat mazhab dan suci menurut Imamiyah.

11. Madi dan Wadzi

Keduanya najis menurut mazhab Syafi'i, Maliki dan Hanafi, serta suci menurut mazhab Imamíyah. Hambali berpendapat madzi suci sedangkan wadzi najis.

Madzi adalah cairan yang keluar dari lubang depan ketika ada rangsangan seksual. dan wadzi adalah air amis yang keluar setelah kencing

Empat mazhab berpendapat bahwa muntah, madzi dan wadzi hukumnya najis, sedangkan Imamiyah berpendapat tidak. Bahkan Imamiyah satu-satunya mazhab yang berpendapat bahwa peluh orang yang junub, baik junub karena zina, líwat, dengan binatang, atau berusaha mengeluarkan mani dengan cara apapun, adalah najis.

Sisa Air dalam Bejana.

Hanafi, Syafi'i dan Hambali berkata Sisa air anjing dan babi hukumnya najis. Mereka juga sepakat bahwa sisa air dari bagal dan keledai itu suci tetapi tidak menyucikan. Hambali berkata: Tidak boleh berwudhu dengan sisa air dari semua binatang yang dagingnya tidak dimakan kecuali kucing hutan dan yang lebih kecil darinya seperti tikus dan Ibnu Aris (hampir sama dengan tikus).

Hanafi menghubungkan sisa anjing dan babi itu dengan SIsa minum arak segera setelah ia meminumnya. Begitu juga halnya sisa kucing Setelah makan tikus, sisa binatang buas seperti Singa, serigala, harimau binatang dan harimau belang, musang, dan al-dhubu[1]

lmamiyah berkata: Sisa air yang diminum binatang najis Seperti anjing hukumnya najis. Sisa air yang diminum binatang bersih nya suci, baik binatang yang dagingnya dimakan maupun tidak

Maliki berkata: Sisa air yang diminum anjing dan babi, suci dan menyucilkan serta dapat diminum[2]

Hukum Khalwat.

Syafi'i, Maliki dan Hambali Sepakat bahwa menghadap Kiblat atau membelakanginya ketika berhajat, dalam lindungan atau di tempat lapang yang ada pelindungnya, hukumnya tidak haram. Merekaberselisih pendapat tentang berhajat di tempat lapangyang tidak terlindung.

Syaffi'i dan Hambali berpendapat tidak haram, sedangkan Maliki berpendapat haram. Hanafi berpendapat, bahwa makruh berhajat di dalam ruangan dan haram berhajat di tempat lapang sehubungan dengan membelakangi atau menghadap Kiblat.

Imamiyah berkata Haram menghadap Kiblat dan membelakanginya baik dalam ruangan atau di tempat lapang, ada pelindung ataupun tidak.

Semua mazhab sepakat bahwa air yang suci itu dapat menyucikan najis dari tempat keluar kencing dan tinja. Empat mazhab berpendapat bahwa batu memadai untuk membersihkan keduanya.

Imamiyah berpendapat: Tidak memadai menyucikan tempat keluar kencing kecuali dengan air. Adapun tempat keluar tinja, dapat memilih di antara basuhan air dan sapuan dengan tiga biji batu atau potongan-potongan kain kecil yang suci, hal ini (pilihan yang kedua) dilakukan jika najis itu tidak mengalir dari tempat keluarnya, jika mengalir maka hendaknya dibersihkan dengan air[3] Batu dan sejenisnya untuk menyapu itu jumlahnya dipastikan pada mazhab Imamiyah, Syaff'i dan Hambali walaupun dengan kurang dari tiga biji sudah bersih.

Tetapi Maliki dan Hanafi tidak menganggap jumlah batu itu sebagai syarat, hanya saja la mensyaratkan kebersihan tempat najis itu, sebagaimana Hanafi mengharuskan menyucikan najis dari tempat keluarnya, dengan benda cair yang bersih selain air.

Catatn Kaki

[1]Ibnu Abidin I: 156
[2]lbnu Qudamah I: 47, cetakan ketiga.
[3]Kitab Al-Fiqhu 'ala Al-Madzahib Al-Arba'ah jilid I bab qadha' hajat.